KBR
KBR
Tenggorokannya tercekat. Telinganya masih berfungsi penuh, namun terasa seperti direbus. Panas.
"Aku sayang kamu. Tapi tembok diantara kita terlalu besar untuk aku lewati" Kalimat dari lelaki itu melantun mesra, mengiris setiap jengkal daging-daging hati pendengarnya.
Tidak ada setetes air pun yang jatuh ke pipinya. Dia, terlalu sakit untuk menangis.
Kesalahan adalah kesalahan. Meskipun dibungkus dengan perasaan cinta setulusnya, menari dengan cara meruntuhkan kastil orang lain yang sudah dibangun megah tidak pernah bisa dibenarkan. Detik ini juga, meski dengan ribuan pisau menghujam dadanya, dia harus merelakan kepergian si Tuan. Dirinya bukan rumah untuk lelaki itu.
Si Tuan hanya bertamu, dan kini, dia harus pulang ke rumahnya sendiri.
Komentar
Posting Komentar